Sejarah Gereja mencatat, pengakuan dosa secara publik telah dipraktekkan dalam gereja pada abad ke IV. Hal yang diwajibkan bagi peniten adalah mengakui dosanya secara umum di hadapan Uskup dan apabila umatnya terlalu banyak bisa kepada seorang Imam. Kemudian dosa-dosa itu dibacakan lantang dihadapan para umat. Hal inilah yang keudian ditentang oleh Paus Leo I.
Akhir abad ke VI, rahib-rahib dari Irlandia, Skotlandia datang sebagai misionaris ke benua Eropa. Mereka merubah cara pengakuan dosa ini dengan cara yang lain dari pada biasanya, yakni orang mengakui dosanya secara rahasia. Setelah menjalankan denda yang dibebankan kepadanya, ia mendapat pengampunan dosa.
Tahun 1000, pengakuan dosa ini sudah cukup diterima oleh umum yaitu yang bersangkutan langsung mengakui dosanya secara rahasia di hadapan Imam. Denda ditetapkan sesuai dengan beratnya dosanya dan denda itu tak terbatas, tidak untuk seumur hidup. Yang dapat menyatakan pengampunan dosa tidak lagi hanya Uskup tetapi juga Imam.
Sakramen Tobat pertama kali dibicarakan Alger dari Liege (1060-1131) dan baru pada tahun 1101-1160 Petrus Labordus berbicara mengenai 7 Sakramen. Pada tahun 1215 Konsili Lateran menetapkan, “Setiap orang beriman baik pria maupun wanita, kalau telah menjadi akil balik, paling sedikit satu kali setahun secara jujur mengakui dosa-dosanya secara pribadi kepada Bapa pengakuannya sendiri dan menjalankan denda yang dibebankan.” Inilah pernyataan resmi gereja yang pertama tentang sakramen Tobat.
Martin Luther tidak mengakui tobat sebagai sakramen. menurutnya, tobat tak lain adalah penghayatan kembali sakramen permandian. Luther berpandangan bahwa pembenaran semata-mata dari Tuhan. Jadi peranan manusia, dalam hal ini, Imam dalam pengakuan dosa ditolak mentah-mentah oleh reformasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar